Nasihat Nabi Khidir A.S Kepada Syaikh Malaya atau Sunan Kalijaga
Kanjeng Nabi Khidir berhenti
sejenak, lalu berkata “ Matahari berbeda dengan Bulan “, perbedaannya terdapat
pada cahaya yang dipancarkannya sudahkah hidayah iman terasa dalam dirimu?
Tauhid adalah pengetahuan penting untuk menyembah pada Allah, juga makrifat
harus kita miliki untuk mengetahui kejelasan yang terlihat, ya ru’yat ( melihat
dengan mata telanjang ) sebagai saksi adanya yang terlihat dengan nyata.
Maka dari itu kita dalami sifat dari
Allah, sifat Allah yang sesungguhnya, Yang Asli, asli dari Allah.
Sesungguhnya Allah itu, allah yang hidup. Segala afalnya (perbuatanya) adalah
bersal dari Allah. Itulah yang demaksud dengan ru’yati. Kalau hidupmu
senantiasa kamu gunakan ru’yat, maka itu namanya khairat (kebajikan hidup).
Makrifat itu hanya ada di dunia. Jauhar awal khairat (mutiara awal kebajikan
hidup), sudah berhasil kau dapatkan. Untuk itu secara tidak langsung sudah kamu
sudah mendapatkan pengawasan kamil (penglihatan yang sempurna). Insan
Kamil (manusia yang sempurna) berasal dari Dzatullah (Dzatnya Allah).
Sesungguhnya ketentuan ghaib yang tersurat, adalah kehendak Dzat yang
sebenarnya. Sifat Allah berasal dari Dzat Allah. Dinamakan Insan
Kamil kalau mengetahui keberadaan Allah itu. Bilamana tidak tertulis
namamu, di dalam nuked ghaib insan kamil, itu bukan berarti tidak
tersurat. Ya, itulah yang dinamakan puji budi (usaha yang terpuji). Berusaha
memperbaiki hidup, akan menjadikan kehidupan nyawamu semakin baik. Serta
badannya, akan disebut badan Muhammad, yang mendapat kesempurnaan hidup”.
Syekh Malaya berkata lemah lembut,
“mengapa sampai ada orang mati yang dimasukkan neraka? Mohon penjelasan yang
sebenarnya”.
Kanjeng Nabi Khidir berkata dengan
tersemyum manis, “Wahai Malaya! Maksudnya begini. Neraka jasmani juga berada di
dalam dirimu sendiri, dan yang diperuntukkan bagi siapa saya yang belum
mengenal dan meniru laku Nabiyullah. Hanya ruh yang tidak mati. Hidupnya ruh
jasmani itu sama dengan sifat hewan, maka akan dimasukkan ke dalam neraka. Juga
yang mengikuti bujuk rayu iblis, atau yang mengikuti nafsu yang merajalela
seenaknya tanpa terkendali, tidak mengikuti petunjuk Gusti Allah SWT.
Mengandalkan ilmu saja, tanpa memperdulikan sesama manusia keturunan Nabi Adam,
itu disebut iman tadlot. Ketahuilah bahwa umat manusia itu termasuk badan
jasmanimu. Pengetahuan tanpa guru itu, ibarat orang menyembah tanpa mengetahui
yang disembah. Dapat menjadi kafir tanpa diketahui, karena yang disembah kayu
dan batu, tidak mengerti apa hukumnya, itulah kafir yang bakal masuk neraka
jahanam.
Adapun yang dimaksudkan Rud Idhafi
adalah sesuatu yang kelak tetap kekal sampai akhir nanti kiamat dan tetap
berbentuk ruh yang berasal dari ruh Allah. Yang dimaksud dengan cahaya adalah
yang memancar terang serta tidak berwarna, yang senantiasa meserangi hati penuh
kewaspadaan yang selalu mawas diri atau introspeksi mencari kekurangan diri
sendiri serta mempersiapkan akhir kematian nanti. Merasa sebagai anak Adam yang
harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan.
Ruh Idhafi seudah ada sebelum
tercipta. Syirik itu dapat terjadi, tergantung saat menerima sesuatu yang ada,
itulah yang disebut Jauhar Ning. keenamnya jauhar awal. Jauhar awal
adalah mutiara ibaratnya. Mutiara yang indah penghias raga agra nampak menarik.
Mutiara akan tampak indah menawan. Bermula dari ibarat ketujuh, dikala
mendengarkan sabda Allah, maka Ruh Idhafi akan menyesuaikan, yang terdapat di
dalam Dzat Allah Yang Mutlak. Ruh serba psrah kepada Dzatullah, itullah yang
dimaksudkan Ruh Idhafi. Jauhar awal itu pula, yang menimbulkan Shalat
Daim. Shalat Daim tidak perlu mengunakan air wudhu, untuk membersihkan
khadas tidak disyaratkan. Itulah shalat batin yang sebenarnya, diperbolehkan
makan tidur syahwat maupun buang kotoran, demikianlah tadi cara shalat Daim.
Perbuatan itu termasuk hal terpuji, yang sekaligus merupakan perwujudan syukur
kepada Allah. Jauhar tadi bersatu padu menghilangkan sesuatu yang menutupi atau
mempersulit mengetahui keberadaan Allah Yang Terpilih. Adanya itu menujukkan adanya
Allah, yang mustahil kalau tidak berwujud sebelumnya.
Kehidupan itu seperti layar dengan
wayangnya, sedang wayang itu tidak tahu warna dirinya. Akibat junub sudah
bersatu erat tetap bersih badan jisimmu. Adapun Muhammad badan Allah. Nama
Muhammad tidak pernah pisah dengan nama Allah. Bukakah hidayah itu perlu
diyakini? Sebagai pengganti Allah? Dapat pula disebut utusan Allah. Nabi
Muhammad juga termasuk badan mukmin atau orang yang beriman. Ruh mukmin identik
pula dengan Ruh Idhafi dalam keyakinanmu. Disebut iman maksum, kalau sudah
mendapat ketetapan sebagai panutan jati. Bukankah demikian itu pengetahuanmu?
Kalau tidak hidup begitu, berarti itu sama dengan hewan yang tidak tahu adanya
sesuatu di masa yang telah lewat.
Kelak, karena tidak mengetahui ke-Islaman,
maka matinya tersesat, kufur serta kafir badannya namun bagi yang telah
mendapatkan pelajaran ini, segala permasalahan dipahamilebih seksama baru
dikerjakan, Allah itu tidak berjumlah tiga yang menjadi suri tauladan adalah
Nabi Muhammad.
Bukankah sebenarnya orang kufur itu,
mengingkari empat masalah prinsip. Di antaranya bingung karena tiada pedoman
manusia yang dapat diteladani. Kekafiran mendekatkan pada kufur kafir. Fakhir
dekat dengan kafir. Sebabnya karena kafir itu, buta dan tuli tidak mengerti
tentang surga dan neraka. Fakhir tidak akan mendekatkan pada Tuhan. Tidak
mungkin terwujud pendekatan ini, tidak menyembah dan memuji, karena
kekafirannya. Seperti itulah kalau fakhir terhadap Dzatullah. Dan sesungguhnya
Gusti Allah, mematikan kefakhiran manusia, kepastianny ada di tanga Allah
semata-mata. Adapun wujud Dzatullah itu, tidak ada stu makhluk pun yang
mengetahui kecuali Allah sendiri. Ruh Idhafi menimbulkan iman. Ruh Idhafi
berasal dari Allah Yang Maha Esa, itulah yang disebut iman tauhid. Meyakini
adanya Allah juga adanya Muhammad sebagai Rasulullah.
Tauhid hidayah yang sudah ada
padamu, menyatu dengan Tuhan Yang Terpilih. Menyatu dengan Gusti Allah,
baik di dunia maupun di akhirat. Dan kamu harus menyatu bahwa Gusti Allah
itu ada dalam dirimu. Ruh Idhafi ada di dalam dirimu. Makrifat itu sebutannya.
Hidupnya disebut Syahadat, hidup tunggal didalam hidup. Sujud rukuk sebagai
penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan Tuhan Pilihan. Penderitaan yang selalu
menyertai menjelang ajal tidak akan terjadi padamu, jangan takut menghadapi
sakaratil maut. Jangan ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu dengan Allah.
Perasaan takut itulah yang disebut dengan sekarat.
Ruh Idhafi tidak akan mati. Hidup
mati, mati hidup. Akuilah sedalam-dalamnya bahwa keberadaanmu itu, terjadi
karena Allah itu hidup dan menghidupi dirimu, dan menghidupi segala yang hidup.
Sastra Alif (huruf alif) harus dimintakan penjelasannya pada guru. Jabar
jer-nya pun harus berani susah payah mendalaminya. Terlebih lagi poengetahuan
tentang kafir dan syirik! Sesungguhnya semua itu, tidak dapat dijelaskan dengan
tepat maksud sesungguhnya. Orang yang menjelaskan syariat itu berarti sudah
mendapatkan anugrah sifat Gusti Allah. Sebagai sarana pengabdian hamba kepada
Gusti Allah. Yang menjalankan shalat sesungguhnya raga.
Raga yang shalat itu terdorong oleh
adanya iman yang hidup pada diri orang yang menjalankannya. Seandainya nyawa
tidak hidup, maka Lam Tamsyur (maka tidak akan menolong) semua perbuatan yang
dijalankan. Secara yang tersurat, shalat itu adalah perbuatan dan kehendak
orang yang menjalankan, namun sebenarnya Allah-lah yang berkehendak atas
hambanya. Itulah hakikat dari Tuhan penciptanya. Ruh Idhafi berada di tangan
orang mukmin. Semua ruh berada di tangan-Nya. Yaitu terdapat pada Ruh Idhafi.
Ruh Idhafi adalah sifat jamal (sifat yang bagus atau indah) keindahan yang
berasal Dzatullah. Ruh Idhafi nama sebuah tingkatan (maqom), yang tersimpan
pada diri utusan Allah (Rasulullah). Syarat jisim lathif (jasad halus0 itu,
harus tetap hidup dan tidak boleh mati.
Cahayanya berasal dari ruh itu, yang
terus menerus meliputi jasad. Yang mengisayaratkan sifat jalal (sifat yang
perkasa) dan sekaligus mengisyaratkat adanya sifat jamal (sifat keindahan).
Jauhar awal mayit (mutiara awal kematian) itu, memberi isyarat hilangnya diri
ini. Setelah semua menemui kematian di dunia, maka akan berganti hidup di
akherat. Kurang lebih tiga hari perubahan hidup itu pasti terjadi. Asal mula
manusia terlahir, dari adanya Ayah, Ibu serta Tuhan Yang Maha Pencipta. Satu kelahiran
berasal dari tiga asal lahir.
Ya, itulah isyarat dari tiga hari.
Setelah dititipkan selama tujuh hari, maka dikembalikan kepada yang meninipkan
(yang memberi amanat). Titipan itu harus seperti sedia kala. Bukankah tauhid
itu sebagai srana untuk makrifat? Titipan yang ketiga puluh hari, itu juga
termasuk juga titipan, yang ada hanya kemiripan dengan yang tujuh
hari. Kalau menangis mengeluarkan air mata karena menyesali sewaktu masih
hidup. Seperti teringat semasa kehidupan itu berasal dari Nur. Yang mana
cahayanya mewujudkan dirimu. Hal itulah yang menimbulkan kesedihan dan
penyesalan yang berkepanjangan. Tak terkecuali siapun yang merasakan itu semua,
sebagaimana kamu mati, saya merasa kehilangan.
Mati atau hilang bertepatan hari
kematian yang keempat puluh hari. Bagaimanakah yang lebih tepat untuk
melukiskan persamaan sesama makhluk hidup secara keseluruhannya? Allah dan
Muhammad semuannya berjumlah satu. Seratuspun dapat dilukiskan seperti satu
bentuk, seperti diibaratkan dengan adanya cahaya yang bersember dari cahaya
Muhammad yang sesungguhnya. Sama hal pada saat kamu memohon sesuatu. Ruh jasad
hilang di dalamnya, kehadirat Tuhan Yang Maha Pemberi. Tepat pada hari
keseribu, tidak ada yang tertinggal. Kembalinya pada allah sudah dalam keaadaan
yang sempurna. Sempurna seperti mula pertama dalam keadaan yang sempurna.
Sempurna seperti mula pertama diciptakan”.
Syekh Malaya terang hatinya,
mendengarkan pelajaran yang baru diterima dari gurunya Syekh Mahyuningrat
Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya senang hatinya sehingga beliu belum mau
keluar dari dalam tubuh Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya menghaturkan sembah,
sambil berkata manis seperti gula madu. “Kalau begitu hamba tidak mau keluar
dari raga dalam tuan. Lebih nyaman di sini saja yang bebas dari sengsara
derita, tiada selera makan tidur, tidak merasa ngantuk dan lapar, tidak harus
bersusah payah dan bebas dari rasa pegal dan nyeri. Yang terasa hanyalah rasa
nikmat dan manfaat”. Kanjeng Nabi Khidir memperingatkan, “yang demikian tidak
boleh kalau tanpa kematian”.
Kanjeng Nabi Khidir semakin iba
kepada pemohon yang meruntuhkan hatinya. Kata Kanjeng nabi Khidir, “kalau
begitu yang awas sajalah terhadap hambatan upaya. Jangan sampai kau kembali.
Memohonlah yang benar dan waspada. Anggaplah kalau sudah kau kuasai, jangan
hanya digunakan dengan dasar bila ingat saja, karena hal itu sebagai rahasia
Allah. Tidak diperkenankan mengobrol kepada sesama manusia, kalau tanpa
seizin-Nya! Sekiranya akan ada yang mempersolakan, memperbincangkan masalah
ini! Jangan sampai terlanjur! Jangan sampai membanggakan diri! Jangan peduli
terhadap gangguan, cobaan hidup! Tapi justru terimalah dengan sabar! Cobaan
hidup yang menuju kematian, ditimbulkan akibat buah pikir. Bentuk yang
sebenarnya ialah tersimpan rapat di dalam jagadmu! Hidup tanpa ada yang
menghidupi kecuali Allah saja.
Tiada antara lamanya tentang adanya
itu. Bukankah sudah berada di tubuh? Sungguh, bersama lainnya selalu ada dengan
kau! Tak mungkin terpisahkan! Kemudian tidak pernah memberitahunakan darimana
asalnya dulu. Yang menyatu dalam gerak perputaran bawana. Bukankah berita
sebenarnya sudah ada padamu? Cara mendengarnya adalah denga ruh sejati, tidak
menggunakan telinga. Cara melatihnya, juga tanpa dengan mata. Adpun
telingannya, matanya yang diberikan oleh allah. Ada padamu itu. Secara batinnya
ada pada sukma itu sendiri. Memang demikianlah penerapannya. Ibarat seperti
batang pohon yang dibakar, pasti ada asap apinya, menyatu dengan batang
pohonnya. Ibarat air dengan alunnya. Seperti minyak dengan susu, tubuhnya
dikuasai gerak dan kata hati.
Demikian pun dengan Hyang Sukma,
sekiranya kita mengetahui wajah hamba Tuhan dan sukma yang kita kehendaki ada,
diberitahu akan tempatnya seperti wayang ragamu itu. Karena datanglah segala
gerak wayang. Sedangkan panggungnya jagd. Bentuk wayang adalah sebagai bentuk
badan atau raga. Bergerak bila digerakkan. Segala-galanya tanpa kelihatan
jelas, perbuatan dengan ucapan. Yang berhak menentukan semuanya, tidak tampak
wajahnya. Kehendak justru tanpa wujud dalam bentuknya. Karena sudah ada pada
dirimu. Permisalan yang jelas ketika berhias.
Yang berkaca itu Hyang Sukma, adapun
bayangan dalam kaca itu ialah dia yang bernama manusia sesungguhnya, terbentuk
di dalam kaca. Lebih besar lagi pengetahuan tentang kematian ini dibandingkan
dengan kesirnaan jagad raya, karena lebih lembutseperti lembunya
air. Bukankah lebih lembut kematian manusia ini? Artinya lembut kesirnaan
manusia? Artinya lebih dari, karena menentukan segalanya. Sekali lagi artinya
lembut ialah sangat kecilnya. Dapat mengenai yang kasar dan yang
kecil. Mencakup semua yang merangkak, melata tiada bedanya, benar-benar
serba lebih. Lebih pula dalam menerima perintah dan tidak boleh mengandalkan
pada ajaran dan pengetahuan. Karena itu bersungguh-sungguhlah menguasainya. Pahamilah
liku-liku solah tingkah kehidupan manusia! Ajaran itu sebagai ibarat benih
sedangkan yang diajari ibarat lahan.
Misal kacang dan kedelai. Yang
disebar di atas batu. Kalau batunya tanpa tanah pada saat kehujanan dan
kepanasan, pasti tidak tidak akan tumbuh. Tapi bila kau bijaksana, melihatmu
musnahkanlah pada matamu! Jadikanlah penglihatanmu sukma dan rasa. Demikian
pula wujudmu, suaramu. Serahkan kembali kepada yang Empunya suara! Justru kau
hanya mengakui saja sebagai pemiliknya. Sebenarnya hanya mengatasnamai saja.
Maka dari itu kau jangan memiliki kebiasaan yang menyimpang, kecuali hanya
kepada Hyang Agung. Dengan demikian kau Hangraga Sukma. Yaitu kata hatimu sudah
bulat menyatu dengan kawula Gusti. Bicarakanlah manurut pendapatmu! Bila pendapatmu
benar-benar meyakinkan, bila masih merasakan sakit dan was-was, berarti
kejangkitan bimbang yang sebenarnya. Bila sudah menyatu dalam satu wujud. Apa
kata hatimu dan apa yang kau rasakan. Apa yang kau pikir terwujud ada. Yang kau
cita-citakan tercapai. Berarti sudah benar untukmu. Sebagai upah atas
kesanggupanmu sebagai khalifah di dunia. Bila sudah memahami dan menguasai
amalan dan ilmu ini, hendaknya semakin cermat dan teliti atas berbagai masalah.
Masalah itu satu tempat dengan
pengaruhnya. Sebagai ibaratnya sekejap pun tak boleh lupa. Lahiriah kau
landasilah dengan pengetahuan empat hal. Semuanya tanggapilah secara sama.
Sedangkan kelimanya adalah dapat tersimpan dengan baik, berguna dimana
saja! Artinya mati di dalam hidup. Atau sama dengan hidup di dalam mati.
Ialah hidup abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan yang menjalani mati.
Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya satu wujud. Raga sukma, sukma
muksa.
Jelasnya mengalami kematian! Syekh
Malaya, terimalah hal ini sebagai ajaranku dengan senang hatimu! Anugrah berupa
wahyu akan datang kepadamu. Seperti bulan yang diterangi cahaya temaram.
Bukankah turnya wahyu meninggalkan kotoran? Bersih bening, hilang kotorannya”.
Kemudian Kanjeng Nabi Khidir berkata
dengan lembut dan tersenyum. “Tak ada yang dituju, semua sudah tercakup haknya.
Tidak ada yang diharapkan dengan keprawiraan, kesaktian semuanya sudah berlalu.
Toh semuanya itu alat peperangan”. Habislah sudah wejangan Kanjeng Nabi Khidir.
Syekh Malaya merasa sungkan sekali di dalam hati. Mawas diri ke dalam dirinya
sendiri. Kehendak hati rasanya sudah mendapat petunjuk yang cukup. Rasa batinya
menjelajah jagad raya tanpa sayap.
Keseluruh jagad raya, jasadnya sudah
terkendali. Menguasai hakekat semua ilmu. Misalnya bunga yang masih lam kuncup,
sekarang sudah mekar berkembang dan baunya semerbak mewangi. Karena sudah
mendapat san Pancaretna, kemudian Sunan Kalijaga disuruh kelura dari raga
Kanjeng Nabi Khidir kembali ke alamnya semula”.
Lalu Kanjeng Nabi Khidir berkata,
“He, Malaya. Kau sudah diterima Hyang Sukma. Berhasil menyebarkan aroma Kasturi
yang sebenarnya. Dan rasa yang memanaskan hatimu pun lenyap. Sudah menjelajahi
seluruh permukaan bumi. Artinya godaan hati ialah rasa qonaah yang semakin
dimantapkan. Ibarat memakai pakaian sutra yang indah. Selalu mawas diri. Semua
tingkah laku yang halus. Diserapkan kedalam jiwa, dirawat seperti emas.
Dihiasi dengan keselamatan, dan
dipajang seperti permata, agar mengetahui akan kemauan berbagai tingkah laku
manusia. Perhaluslah budi pekermu atau akhlak ini! Warna hati kita yang sedang
mekar baik, sering dinamakan Kasturi Jati. Sebagai pertanda bahwa kita tidak
mudah goyah, terhadap gerak-gerik, sikap hati yang ingin menggapai sesuatu
tanpa ilmu, ingin mendalami tentang ruh itu justru keliru. Lagi pula secara
penataan, kita itu ibaratnya busana yang dipakai sebagai kerudung. Sedangkan
yang ikat kepala sebagai sarungmu. Kemudian terlibat ingatan ketika dulu.
Ibarat mendalami mati ketika berada di dalam rongga ragaku.
Tampak oleh Sunan Kalijaga cahaya.
Yang warnanya merah dan kuning itu, sebagai hambatan yang menghadang agar gagal
usaha atauu ikhtiar atau cita-citanya. Dan yang putih di tengah itulah yang
sebenarnya harus diikuti. Kelimanya harus tetap diwaspadai. Kuasailah seketika
jangan sampai lupa! Bisa dipercaya sifatnya. Berkat kesediaanku berbuat sebagai
penyekat. Untuk alat pembebas sifat berbangga diri. Yang selalu didambakan
siang dan malam. Bukankah aku banyak sekali melekat atau mengetahui caranya
pemuka agama yang ternyata salah dalam penafsiran.
Dan penyampaian keterangannya?
Anggapannya sudah benar. Tak tahunya malah mematikan pengertian yang benar.
Akibatnya terperosok dalam penerapannya. Ada pemuka agama yang ibaratnya
menjadi murung. Ia hanya sekedar mencari tempat bertengger saja. Yaitu pada
batang kayu yang baik rimbun, lebat buahnya, kuat batangnya. Untuk kemuliaan
hidup baru. Ada orang yang berkedudukan, ada yang ikut orang kaya. Akhirnya di
masyarakatkan. Ibaratnya seperti sekedar memperoleh kemuliaan sepele. Jadinya
tersesat-sesat. Ada pula yang justru memiliki jalan terpaksa.
Menumpuk kekayaan harta dan istri
banyak.
Ada pula yang memilih jalan
menguasai putranya. Putra yang bakal menguasai hak asasi orang per orang.
Semuanya ingin mendapatkan yang serba lebih di dalam memiliki jalan mereka.
Kalau demikian halnya, menurut pendapatku, belumlah mereka disebut pemuka agama
yang berserah diri sepenuhnya kepada Allah, tapi masih berkeinginan pribadi
atau berambisi. Agar semua itu menjunjung harkat dan martabat. Tatanan yang
tidak pasti, belum bisa disebut manusia utama.
Yang demikian itu menurut
anggapannya dan perasaannya mendapatkan kebahagiaan, kekayaan dan mengerti hak
yang benar. Bila kemudian tertimpa kedudukan, terlanjur terbiasa. Memilih jalan
sembarang tempat, tanpa mengahasilkan jerih payahnya dan tanpa hasil. Dalam
arti mengalami kegagalan total. Setidak-tidaknya menimbulkan kecurigaan. Apa
kebiasaan ketika hidup didunia. Ketika menghadapi datangnya maut, disitulah
biasanya tidak kuat menerima ajal. Merasa berat meninggalkan kehidupan dunia
yang tersangkal lagi. Pokoknya masih lekat sekali pada kehidupan duniawi.
Begitulah beratnya amencari kemuliaan.
Tidak boleh lagi merasa terlekat
kepada anak-istri. Pada saat-saat menghadap ajatnya. Bila salah menjawab
pertanyaannya bumi, lebih baik jangan jadi manusia! Kalau matinya tanpa
pertanggung jawaban. Bila kau sudah merasa hatimu benar. Akan hidup abadi tanpa
hisab. Akibatnya, tubuh bumi itu keterdiamannya tidak membantu. Kesepiannya
tidak mencair. Tidak mempedulikan pembicaraan orang lain yang ditujukan
kepadanya. Yaitu bagaimana hilang dan mati bersama raganya ialah diidamkannya.
Sehingga mempertinggi semedinya, untuk mengejar keberhasilan. Tapi sayang tanpa
petunjuk Allah, apalagi hanya semedi semata. Tidak disertai dukungan ilmu.
Wallahu A'lam.