Header Ads

ad728
  • Breaking News

    Kiai Dollar Berdakwah

    Oleh Abdurrahman Wahid

    Gerak-geriknya memang mirip wanita. Serba luwes,termasuk caranya berbicara dan tertawa yang tampak seakan-akan manja. Belum lagi kegemarannya memukulkan tangan pada orang lain yang diajaknya berbicara untuk menekankan suatu ungkapan yang juga sangat luwes, 'Ah masak begitu, Mas!'

    Gaya kewanitaan itu lebih-lebih terlihat dalam ketelitiannya memilih barang, dan kepandaiannya untuk tawar-menawar dalam apapun, dengan menunjukkan hal-hal kecil sebagai poin untuk tawarannya sendiri.

    Dan terakhir, kepandaiannya memasak yang sudah legendaris: sewaktu menjadi mahasiswa Universitas AI-Azhar di Kairo, ia adalah sandaran kaum ibu-ibu Kedutaan besar Rl dalam keperluan masak-memasak dan hidangan untuk resepsi dan sebagainya.

    Pantaslah kalau ia sering diselorohi dengan panggilan 'tante'. Penampilan itu temyata bukan datang dari penampilan seorang eks pria yang kemudian menjadi wanita 'penuh' dengan cara berganti kelamin, seperti Vivian Rubianti beberapa tahun lalu. Ia muncul dari seorang kiai yang memiliki ilmu agama yang cukup dalam dan lama sekali hidup di lingkungan pesantren. Sejak masa kanak-kanak, ia sudah bergumul dengan kitab-kitab kuno keagamaan, yang sejak semula masa pertumbuhannya sudah terikat dengan norma-norma keagamaan dengan nilainya yang menetap. Sebagai murid Kiai ldris selama bertahun-tahun di Tebuireng semasa usia belasan tahun, ia telah terlatih dalam ilmu-ilmu keagamaan tradisional, bahkan sebelum ia berangkat meneruskan pendidikan dalam hukum agama (syari'ah) Islam di Timur Tengah.

    Sepenuhnya identitas ke-kiai-annya memiliki kredibilitas penuh, didukung oleh peranannya sebagai salah seorang mubaligh di ibu kota dewasa ini. Lebih di kenal dengan gelar Ustadz karena penampilannya yang membawakan vitalitas orang muda (walaupun sedikit banyak sudah di'rasuki' gaya jadi orangtua),ia merupakan sasaran kajian yang menarik untuk diperhatikan.

    Bukan karena gaya kewanitaannya itu, bukan karena vitalitas usia muda yang diperlihatkannya, dan bukan karena ia kini sudah mulai mengarah kepada sikap orang tua.

    Yang membuat kiai ini menarik adalah pandangan dunia yang dikembangkannya, yang sepenuhnya berlandaskan keyakinan kepada kebenaran ajaran-ajaran agama yang dihayatinya sejak kecil. Pandangan dunia yang sering diharapkan akan memunculkan ke'khusuk'an (asketisme) hidup yang jauh dari perhatian kepada masalah-masalah duniawi. Diharapkan dari seorang kiai hasil didikan Kiai ldris Tebuireng, tak akan menyimpang dari acara lama amar makruf nahi munkar yang biasa dikumandangkan para muballigh dalam uraian-uraian mereka. Atau kalau tidak begitu, akan mengambil sikap agresif, menyerang tanda-tanda kerusakan moral, terutama di kalangan muda, sebagai bukti dari kerusakan akibat kehidupan modem yang sedang merayap ke bumi Indonesia juga.

    Temyata bukan itu yang muncul dari Kiai Masyburi Syahid. Ia justru memberikan perhatian sangat besar kepada soal-soal duniawi, terutama perdagangan. Maklum ia dulu juga senang berdagang di kalangan masyarakat Indonesia di Kairo.

    la senang dengan isu-isu kemasyarakatan, karena ia terlibat dalam bebagai usaha sosial. Di samping menjadi sekretaris Yayasan lkatan Alumni Timur Tengah di Jakarta, ia juga aktif dalam sebuah lembaga penganjur transmigrasi dan sebuah organisasi antar pedagang kecil. Bahkan ia memotori penataran teknis elementer di bidang pengetahuan usaha bagi para anggota ikatannya, pedagang kecil dari berbagai sudut Jakarta, bekerjasama dengan PPN (Pusat Produktivitas Nasional). Sorban yang tersampir di bahunya tidak menghalanginya untuk melakukan transaksi dagang dengan siapa pun.

    Tidak heranlah kalau muncul mutiara keagamaan tidak sedikit, yang menggambarkan kecenderungan dan pandangan hidupnya itu. Seperti penafsiran 'kontemporer'-nya atas ayat AI-Qur'an "Jika kalian mendapat teguran (baik), balaslah dengan tegur sapa yang lebih baik” (wa idza huyyitum bitahiyyatin fa hayyu bi ahsana minha).

    Tahiyyah, menurut Kiai Masyhuri, bukan hanya tegur sapa secara vokal atau oral belaka. la memiliki arti lebih ajuh, hingga mencapai semua perbuatan yang menunjukkan penghargaan dan kepercayaan kepada kita. Kalau orang membeli barang yang kita produksikan, itu berarti tahiyyah, tegur sapa dalam arti paling dalam, Nah, kita wajib menjawabnya dengan tahiyyah lebih baik, tegur sapa non-oral lebih baik: peningkatan kualitas barang yang kita tawarkan kepada pembeli.

    Ini adalah esensi perbuatan membalas tahiyyah yang baik dengan tahiyyah yang lebih baik. "Ini menurut saya adalah ayat advertensi ," demikian Kiai Masyhuri dalam salah satu acara tabilgh-nya.

    Herankah kita kalau ada penamaan pada kiai yang satu ini, dengan pesan agamanya yang begitu kontemporer, sebagai kiai dollar? 

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad

    ad728